BELAJAR di luar negeri merupakan langkah penting demi mencapai karir meski sudah pasti akan menguras banyak biaya.
Seperti disampaikan Dwiki Prenandita (IDP) dalam Education Fair “Scholarship Opportunities to Study Abroad” yang dipandu Tatun Uswatun Hasanah dengan moderator Choirul Fajri, SIKom, MA, Kamis (23/12/2021), ada beberapa tempat yang sangat popular di kalangan mahasiswa Indonesia ketika mencari beasiswa.
“Beberapa di antaranya adalah Australia, Inggris, Selandia Baru, Kanada, Irlandia dan Amerika Serikat,” kata Dwiki Prenandita.
Menurutnya, perguruan tinggi di negara-negara itu menawarkan beragam beasiswa. “Tidak hanya beasiswa berbasis prestasi yang umumnya hanya menerima pelamar dengan prestasi akademik luar biasa, tapi juga menawarkan beasiswa sebagian kebutuhan hidup dan penuh,” jelasnya.
Setiap jenis beasiswa memiliki persyaratan tertentu. Tergantung pada universitas dan program pendidikan yang dipilih. “Program beasiswa itu menawarkan bantuan pembiayaan untuk beragam keperluan di tingkat pendidikan sarjana, magister dan doktoral,” ungkap Dwiki.
Dikatakannya, IDP adalah lembaga konsultan pendidikan ke luar negeri untuk mendapatkan letter of acceptance dari institusi pendidikan dan universitas di Australia, Inggris, Irlandia, AS, Kanada dan Selandia Baru sebagai langkah awal untuk menempuh pendidikan ke luar negeri.
Sementara itu, disampaikan Destriani Nugroho, Program Manager Kantor Perwakilan Uni Eropa di Jakarta, perguruan tinggi yang ingin mengakses program Erasmus+ diharapkan dapat memenuhi persyaratan administrasi yang telah diberikan.
“Program itu memiliki tujuan untuk meningkatkan kompetensi, pengembangan bahasa asing dan juga pengenalan budaya di Eropa,” jelasnya.
Destriani menjelaskan secara detil tentang apa itu beasiswa Erasmus+, kualifikasi dan proses pembuatan proposal.
“Proposal bukan dibuat oleh pihak dari universitas di Indonesia, tapi dibuat oleh universitas negara anggota Uni Eropa dan negara-negara partner Erasmus+,” kata Destriani.
Menurutnya, yang harus dilakukan universitas di Indonesia adalah melakukan kerja sama dengan universitas di negara anggota dan partner Erasmus+ serta meminta mereka untuk membuatkan proposal bagi mahasiswa.
Erasmus+ memiliki beberapa program pascasarjana dan ada 130 program pascasarjana yang bisa dipilih.
Erasmus+ menggabungkan 7 program yang didanai Uni Eropa: Tempus, Leonardo, Erasmus, Erasmus Mundus, Alfa, Comenius dan Edulink.
Pelamar beasiswa Erasmus+ adalah lulusan S1 untuk mendaftar ke program Pascasarjana S2 Erasmus Mundus Joint Master Degree (EMJMD) 1-2 tahun, lulusan S2 untuk mendaftar ke Erasmus Mundus Joint Doctorate Degree (EMJD) 3 tahun.
Dan scholar atau para akademisi atau peneliti untuk melakukan tugas mengajar, penelitian atau kegiatan ilmiah pada EMJMD maksimum 3 bulan.
“Uni Eropa sudah menyerahkan beasiswa itu pada universitas masing-masing. Jadi satu paket. Dananya diserahkan langsung ke universitas dan universitasnya menyerahkan langsung kepada mahasiswa yang lolos seleksi,” kata Destriani Nugroho.
Mahasiswa Berprestasi UAD, finalis 15 besar tingkat nasional (2016) dan peraih Awarded LPDP di University of Bristol UK, Muhammad Iqwan Sanjani, SPd, MSc, menyampaikan, mahasiswa harus berani untuk go-internasional. “Berkompetisi dengan mahasiswa asing dan mengasah pola pikir yang kritis,” kata Iqwan Sanjani, alumni PBI UAD yang meraih beasiswa program master di UK (2018-2020).
Menurutnya, jangan mudah menyerah. “Saya apply beasiswa sebanyak empat kali baru berhasil lolos LPDP,” ungkapnya.
Katanya, surat rekomendasi dari dosen dan Dikti berkat aktif di Mawapres, ternyata sangat membantu. “Yang penting harus pandai membagi waktu,” katanya lagi.
Pada kesempatan itu, Iqwan berbagi tips dan strategi penting dalam meraih University International Postgraduate Award (UIPA) untuk memulai studi lanjut di Australia dalam rangka mengembangkan minat dalam pendidikan bahasa. (Fan)