AMPEK: Selama Ini Satgas Mafia Tanah Tak Maksimal

KOORDINATOR Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan atau AMPEK menilai, Satgas mafia tanah yang dibentuk tahun 2017 lalu tidak bekerja secara maksimal.

“Selama ini Satgas itu kurang terlihat kineranya dalam memberantas mafia tanah. Justru, masyarakat takut melaporkan kasusnya karena dianggap hanya akan menghabiskan finansial,” ujar Ketua Koordinator AMPEK Naldy Nazar Haroen SH Sabtu 20 Februari 2021.

Naldy melanjutkan, mafia tanah sejatinya sudah terjadi sejak lama. Justru, para mafia tanah itu diberi angin segar oleh oknum dari berbagai lembaga negara.

“Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) harus benar-benar selektif mengeluarkan sertifikat tanah. Selama ini, patut diduga ada oknum BPN juga yang terlibat dalam jaringan mafia tanah,” jelasnya.

Menurut Naldy, pengadilan adalah lembaga terakhir orang yang ingin mencari keadilan. Seharusnya, hakim di pengadilan memutus perkara baik pidana dan perdata dengan mempertimbangkan fakta hukum.

“Yang terjadi selama ini, masyarakat tidak punya biaya untuk berperkara sampai di pengadilan. Padahal, para mafia tanah itu sudah mencengkeram kan tangannya kemana-mana dan punya finansial yang berlipat,” ungkap Naldy.

Naldy berpendapat, pengalaman yang dialami para lawyer masih adanya putusan pengadilan yang salah atau keliru. Sebagai contoh, menurut Naldy, ada putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkrah namun putusan tersebut tidak dijalankan oleh pengadilan.

“Ini yang harus diluruskan. Sehingga para hakim benar-benar memutus perkara secara adil. Pengadilan juga harus menjalankan putusan PK MA karena sudah inkrah”.

Naldy meminta, Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Bawas MA) proaktif memeriksa putusan hakim di pengadilan.

“Bawas MA harus bekerja secara maksimal. Sehingga, jika ada oknum hakim nakal yang memutus perkara tidak relevan bisa terdeteksi,” ucapnya.

Lebih lanjut Naldy mengungkapkan salah satu contoh modus para mafia tanah dalam melancarkan aksinya. Biasanya, lanjut Naldy, mafia tanah tersebut membeli tanah kepada masyarakat dengan cara diberikan down payment (DP).

“Setelah masyarakat diberikan DP para mafia tanah langsung memperkarakan kasus itu dengan alasan tanah itu sudah menjadi miliknya. Masyarakat yang tidak punya uang biasanya tidak mau berperkara karena mereka sadar akan menghabiskan biaya,” ungkap Naldy.

Naldy menuturkan, harus ada good government dari aparatur negara dalam memberantas mafia tanah.

“Kapolri sudah menginstruksikan agar mafia tanah disikat. Bagaimana dengan Kejaksaan dan pengadilan?. Karena muara dari pada sebuah perkara adalah di pengadilan. Seharusnya para hakim dalam memutus perkara harus secara adil. Karena hakim merupakan wakil Tuhan di dunia. Mereka harus komitmen juga memberantas mafia tanah,” pungkas Naldy Nazar Haroen. (zia/kal)

Exit mobile version