Alumni Al Azhar Mesir Luruskan Soal Ini

Dr Mahkamah Mahdi. @ foto dok pribadi

KETUA Lembaga Nour Global Education, Dr Mahkamah Mahdi mengatakan, ada pihak-pihak yang cenderung negatif yang ingin menjatuhkan kredibilitas Universitas Al Azhar Mesir.

“Bila ingin mencari kebenaran, memperbaiki kesalahan ada cara dan tatakramanya, bukan diumbar. Intinya itu hanya akan menyebar aib keburukan,” hal itu diungkapkannya Sabtu 22 Juni 2024.

Syeikh Mahkamah, panggilan akrab Dr Mahkamah Mahdi, menerangkan, Universitas Al Azhar Mesir adalah mesin pencetak ulama, dengan populasi pelajar dan mahasiswa Indonesia yang mencapai 15 ribu.

“Perspektif moderat itu yang diajarkan di Al Azhar Mesir. Diharapkan sekembali ke Indonesia mereka dapat menyebarkan nilai-nilai keislaman yang moderat dalam berbagai level pengabdian. Baik sebagai guru mengaji di surau, tenaga pengajar di Pesantren, tenaga akademik di kampus, atau sebagai eksekutif di jajaran pemerintahan, anggota legislatif dan yudikatif serta menjadi tokoh pemuka agama,” terangnya.

Dirinya menampik tudingan jika sebagian besar mahasiswa di Al Azhar tidak belajar dengan sungguh-sungguh, pergaulan bebas dan melakukan beragam kegiatan amoral lainnya.

“Tidak benar adanya tuduhan sepihak dari orang-orang tertentu yang menyatakan bahwa mahasiswa Indonesia di Mesir lebih banyak menyia-nyiakan waktu, tidak fokus belajar, dan melalukan tindak asusila,” tegasnya.

Syeikh Mahkamah yang mempertahankan disertasi doktoralnya dihadapan mahaguru Universitas Al Azhar di bidang Ushul Fiqhi dengan nilai Cumlaude with second class honour ini menuturkan, justru pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir menjadi panutan, rajin mengikuti perkuliahan di kampus.

“Mereka menjadi murabbi bahkan sebagai tenaga pengajar bagi mahasiswa asing lainnya khususnya yang datang dari Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Philipina Bahkan ada yang mendapat kepercayaan sebagai tenaga pengajar Tasawuf di Madrasah milik Syeikh Ali Gomaa Mohammad Abdel Wahab, Mufti Besar Mesir periode 2003-2013,” jelasnya.

Selain sebagai mahasiswa di Al Azhar, lanjut Syeikh Mahkamah, mereka juga dapat berkontribusi pada komunitas masyarakat di Mesir, baik sebagai imam tetap di masjid-masjid Mesir dan juga mengajar mengaji kalangan warga Mesir.

“Mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar tidak dikenakan pembayaran SPP. Namun karena masih minimnya beasiswa dan santunan belajar dari pemerintah Indonesia maka, pelajar dan mahasiswa kreatif untuk melakukan aktivitas pendukung tanpa meninggalkan misi utama yaitu belajar, seperti berperan aktif sebagai tenaga musim haji. Bahkan mereka ada yang menjadi pemandu wisata bagi para pelancong tanah air, membuka warung makan dengan harga terjangkau, membuat tempe, tahu, kue-kue dan aktivitas lainnya,”

Dirinya menghimbau pihak-pihak terkait bila di dalam penyelenggaraan pembinaan pelajar dan mahasiswa di Mesir terdapat kendala agar dapat didiskusikan oleh seluruh stakeholder terkait baik dari Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo, Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Indonesia, Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir.

“Bisa juga didiskusikan ke Kementerian atau lembaga terkait lainnya,” pungkasnya. (fat/kis)

Exit mobile version