KPK telah memberikan catatan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. Aktifis Pemantau Korupsi Bogor, Soklar, S.E., membeberkan sejumlah Indikasi turunnya penerimaan sektor pajak.
“Adanya potensi pajak tempat hiburan tanpa legalitas yang jelas tidak bisa dipungut pajak. Diduga pihak pengelola lebih memilih memberikan dana koordinasi. Bahkan, maraknya Galian C yang menguntungkan pendapatan pengusaha cukup besar, akan tetapi tidak bisa dipungut pajak karena ilegal. Dan, ini berlangsung lama,” beber Soklar, S.E., Senin (31/05/2021).
Menurunnya realisasi penerimaan pajak daerah di Kabupaten Bogor disebabkan beberapa indikator krusial. Catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditenggarai akan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tidak ringan bagi Pemerintah Kabupaten Bogor.
“Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah, dan kurangnya kepekaan daerah dalam menemukan keunggulan budaya dan potensi asli daerah menjadi salah satu indikator catatan penting,” ucapnya.
Ketua DPC LSM KPK Nusantara Bogor ini mengatakan, kepatuhan dan kesadaran wajib pajak atau retribusi yang relatif rendah dan lemahnya implementasi sistem hukum dan administrasi pendapatan daerah juga perlu menjadi perhatian.
“Penyebab lain, adanya indikasi kelemahan kualitas sumber daya manusia aparatur. Sehingga memicu kekhawatiran birokrasi akan kegagalan dalam menjalankan programnya, pesimis akan hasil yang mungkin dicapai,” kata Soklar.
Sementara, kata Soklar mengungkapkan, terindikasi pengeluaran biaya yang digunakan untuk menjalankan program yang dinaikkan (mark up) sejak awal pada setiap anggarannya.
“Adanya lokasi pariwisata, tempat hiburan malam atau SPA tanpa legalitas yang jelas juga tidak bisa dipungut pajak. Diduga pihak pengelola lebih memilih memberikan dana koordinasi,” ungkapnya.
Ia juga menanggung persoalan maraknya Galian C yang menguntungkan pendapatan pengusaha cukup besar, akan tetapi tidak bisa dipungut pajak karena ilegal. “Dan, ini berlangsung lama,” bebernya.
Dirinya menyinggung pula persoalan pertanahan yang seharusnya setiap tahun Pemkab Bogor dapat mengajukan pembuatan sertifikat aset tidak bergerak (tanah).
Menurutnya, dasar aturan untuk dapat dilakukannya sertifikasi aset milik daerah, yaitu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP No 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Dalam pasal 42 ayat 2, kata Soklar menjelaskan, yang berbunyi pengamanan barang milik Negara/Daerah meliputi pengamanan administrasi, fisik dan pengamanan secara hukum. Pengamanan secara hukum. Antara lain, melengkapi bukti status kepemilikan, yaitu sertifikat.
KPK berikan catatan kepada Bupati
Sebelumnya, KPK memberi catatan untuk Bupati Bogor Ade Yasin mengenai menurunnya skor rata-rata Monitoring Centre for Prevention (MCP).
MCP merupakan monitoring capaian kinerja program koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi (korsupgah), yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia, dan meliputi delapan area intervensi.
Sesuai Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, salah satu tugas pokok KPK memang hadir dalam pengelolaan aset daerah yang baik, meliputi pencegahan, koordinasi, monitoring, supervisi, penindakan, serta eksekusi putusan pengadilan.
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Bidang Pencegahan Direktorat Korsup Wilayah II KPK Dwi Aprilia Linda mengatakan, posisi MCP Pemkab Bogor tahun 2020 turun sebanyak 14 poin ketimbang skor rata-rata pada 2019.
“Skor rata-rata MCP Pemkab Bogor pada tahun 2020 adalah 75 persen. Skor ini turun 14 poin dibandingkan skor rata-rata di tahun 2019 yang mencapai 89 persen,” kata Linda dalam keterangan tertulis, Selasa (25/05/2021). |B-01|
Discussion about this post