DIREKTORAT Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwilsus DJBC) Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyelundupan 151.000 benih bening lobster (BBL) di perairan Pulau Numbing, Bintan.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan penangkapan ini bagian dari langkah tegas dalam memutus jaringan penyelundupan BBL lintas negara yang melibatkan Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
“Dalam operasi ini, tim mengamankan barang bukti 151.000 ekor benih lobster dengan nilai estimasi kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar. Turut diamankan satu unit kapal cepat bermesin 200 PK dan satu unit HP,” ungkap Nunung dalam keterangannya, Selasa (3/12/2024).
Nunung juga menjelaskan, dari pengungkapan kasus ini pihaknya juga mengamankan empat awak kapal, tiga di antaranya mengalami luka akibat benturan dan terkena baling-baling kapal. Mereka langsung dievakuasi ke RSU Tanjung Pinang untuk perawatan medis.
“Empat tersangka yang diamankan memiliki peran berbeda. SL dan JN selaku operator mesin kapal, SY sebagai kapten kapal, serta DK selaku koordinator rute dan penunjuk arah,” tuturnya.
“Barang bukti dan satu tersangka lainnya dibawa ke Kanwilsus DJBC Kepri,” sambungnya.
Menurut Nunung, pengungkapan itu bermula dari adanya informasi dari tim analis Satgas BBL Dittipidter Bareskrim Polri. Di situ terungkap adanya rencana pengiriman BBL menggunakan kapal cepat atau ‘kapal hantu.’
“Lobster-lobster tersebut sebelumnya dikemas di Jambi pada Senin 25 November 2024 dan direncanakan untuk diselundupkan ke luar negeri melalui jalur laut,” terangnya.
Nunung memastikan pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini dengan fokus pada identifikasi pemilik kapal, pengatur logistik, dan pemilik barang. Koordinasi dengan instansi terkait juga akan diperkuat untuk memaksimalkan penegakan hukum.
“Kami tidak akan berhenti menindak para pelaku penyelundupan yang merugikan negara. Operasi ini adalah wujud komitmen kami dalam menjaga sumber daya kelautan Indonesia,” tegasnya.
“Sesuai arahan Presiden dan Kapolri, kami akan terus meningkatkan pengawasan agar sumber daya ini tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab,” imbuhnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 88 juncto Pasal 16 ayat (1) dan/atau Pasal 92 juncto Pasal 26 ayat (1) UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah melalui UU No 45 Tahun 2009 dan UU No 6 Tahun 2023.
“Ancaman hukumannya maksimal delapan tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar,” tukasnya. (pmj/fat)
Discussion about this post