FESTIVAL Film Pelajar Jogja (FFPJ) XV tahun 2024 memasuki acara puncak. Acara ini berkolaborasi dengan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta dan juga dilaksanakan di kampus tersebut. Selain itu, festival juga diadakan di kawasan wisata Sri Keminut, Sriharjo, Imogiri, Bantul, pada 4–6 Oktober 2024.
Supervisor FFPJ, Ghalif Putra Sadewa, mengatakan kegiatan di UNU dan Sri Keminut saling melengkapi. Di Kampus UNU Yogyakarta, dilaksanakan bedah karya film dan seremonial pembukaan, kemudian dilanjutkan di Sri Keminut Imogiri dengan kemah “Tepa Salira.”
“Bedah karya film menghadirkan sutradara profesional, Senoaji Julius dari Hompimpa Sinema Nusantara, dan Heri Nugroho, dosen film ISI Yogyakarta. Acara ini terkesan akademis, tetapi diolah panitia secara santai. Di Sri Keminut, narasumber ditambah Pius Rino Pungkiawan yang juga dosen film di ISI Yogyakarta,” kata Ghalif, dalam keterangan pers.
Selain bedah karya, di UNU juga diselenggarakan pertunjukan seni komunitas sebagai bagian dari rangkaian pembukaan. FFPJ berkolaborasi dengan komunitas seni mahasiswa UNU yang bergerak di bidang seni tari, paduan suara, dan musik.
Acara pembukaan diisi dengan sambutan dari Wakil Rektor UNU Yogyakarta Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Dr. Suhadi, M.A. Pembukaan festival secara resmi dilakukan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dian Lakshmi Pratiwi.
Kegiatan festival kemudian berlanjut di kawasan Wisata Sri Keminut, Sriharjo, Imogiri, Bantul. Sebanyak 52 pelajar tingkat SMA dari Aceh, Lampung, Manado Sulawesi Utara, Balangan Kalimantan Selatan, Ambon Maluku, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur berangkat bersama menggunakan bus, ditemani panitia. Di Imogiri, panitia bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sri Keminut menyiapkan area perkemahan dengan puluhan tenda dan fasilitas pendukung.
“Di Sri Keminut, partisipan FFPJ lebih memperkuat silaturahmi dan belajar bersama mengenai Tepa Salira. Tentunya, pemutaran film terpilih, dialog interaktif, bedah karya, apresiasi seni, studi lingkungan, perayaan api unggun, dan pemberian penghargaan tetap ada seperti tahun-tahun sebelumnya. Dalam setiap acara ini, peserta dan panitia belajar bersama tentang Tepa Salira, berusaha mempraktikkannya, dan melakukan refleksi. Tidak mudah memang, tetapi upaya harus terus dilakukan meskipun hasilnya tidak langsung terlihat,” tambah Ghalif. (ufi/luk)
Discussion about this post