PERHIMPUNAN Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pejuang Keadilan untuk SHM SRS Malioboro City, kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pemerintah Kabupaten Sleman, Senin (2/9/2024).
Dalam aksinya kali ini massa P3SRS Malioboro City membawa 55 gerobak yang konvoi dari Terminal Jombor menuju ke Kompleks Pemkab Sleman.
Aksi unjuk rasa diwarnai dengan pembakaran dua keranda bertuliskan Malioboro City Menggugat dan Birokrasi Mati Suri.
Aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk kekesalan atas sikap Pemerintah Kabupaten Sleman yang inkonsisten memproses perizinan, pasca pendaftaran online hingga saat ini tidak ada perkembangan SLF akan di keluarkan.
“Kami menyuarakan keadilan dan kebenaran kami tumpahkan dengan membakar dua keranda. Kami meluapkan kegeraman terhadap sikap Bupati dan Pemkab Sleman yang terkesan diam di tempat dan saling melempar tanggung jawab apakah mau menunggu ada gempa megathrust, SLF baru akan ditindak lanjuti oleh Pemkab Sleman khususnya dinas PU,” ujar Ketua P3SRS, Edi Hardiyanto disela aksi.
Ia menilai, selama ini pihaknya merasa tidak mendapat jawaban yang jelas dan tegas dari pihak Pemkab dan Bupati Sleman dalam menangani proses perizinan. Khususnya dalam hal prosedur Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sehingga menghambat menuju penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), sedangkan MNC Bank sudah dapat mendaftarkan secara online.
“Kenapa baru sekarang Dinas PU memberikan penjelasan dan informasi untuk online sistem, kenapa tidak dari kemarin-kemarin, ini hal yang sangat aneh bagaikan drama dan sinetron yang kami melihat ada yang aneh dan tidak lazim dalam proses perijinan SLF ini,” tegasnya.
“Keterlambatan penanganan perizinan oleh Pemkab Sleman, menyebabkan kami dirugikan dan merasa tipu oleh pengembang,” imbuhnya.
Edi pun menegaskan, tahapan penerbitan SLF ini merupakan produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasi dengan hukum yang tengah bergulir.
“Pengurusan perizinan sertifikat laik fungsi ini adalah produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasinya dengan hukum yang sedang berjalan,” terangnya.
Ia menambahkan, pihaknya melakukan aksi teatrikal membakar keranda mayat dan membakar ban bekas sebagai simbol perlawanannya terhadap proses penerbitan SLF yang dinilai banyak unsur kepentingan.
“Apakah masyarakat akan dijadikan korban oleh pihak Pemkab Sleman disini, harusnya Bupati berani bersikap tegas dan pasang badan untuk masyarakatnya sebagai korban dari mafia pengembang yang sudah 8 tahun mengharapkan untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian mendapatkan SHMSRS,” ungkapnya.
Edi menyampaikan, bahwa penjelasan yang disampaikan Sekda Pemkab Sleman melalui Kepala Dinas PU dan Utusan Bupati Sleman sebagai penjembatan komunikasi dalam mencari solusi saat ini mentok, tidak ada tindak lanjut dan perkembangan ada sesuatu yang janggal dan tidak lazim.
“Terus terang kami sangat kecewa, sampai saat ini kami melihat Bupati dan Pemkab Sleman hanya ingin cari amannya saja tidak berani memberikan kepastian legalitas khususnya SLF, yang sudah diajukan MNC Bank,” tuturnya.
“Sampai saat ini hanya terkesan ogah-ogahan, tidak mau fokus dan banyak retorika teori, kami butuh bukti nyata, sikap dan tindakan yang berguna bagi para masyarakat korban mafia pengembang yang sampai saat ini perkaranya di Polda DIY belum ada kejelasan dan kepastian,” tambahnya.
Perwakilan P3SRS sempat diterima oleh perwakilan Pemkab Sleman dan berdiskusi dalam upaya menyelesaikan kasus Malioboro City. (rth)
Discussion about this post