BIRO Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta bersama Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan diskusi virtual wawasan kebangsaan dan launching film dokumenter “Orange Expedition ke Pulau Buru” di Kampus Utama UAD Jl Jenderal Ahmad Yani, Ring Road Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Jum’at (28/8/2020) malam.
Hadir dalam kegiatan diskusi virtual tersebut Gatot Sugiharto, SH, MH (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni), Dr Dedi Pramono, M.Hum selaku Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) UAD Yogyakarta dan Danang Sukantar, MPd (Kabid Pengembangan Kemahasiswaan Biro Kemahasiswaan dan Alumni UAD).
Kegiatan yang dipandu Prayudha, MA, dosen jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) itu, dibagi menjadi dua sesi dan diakhiri dengan nonton film bareng.
Sebagai pembicara dalam diskusi tersebut adalah Muhammad Sayuti, PhD (Sekretaris Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah), Dr Rachmawan Budiarto (Dosen UGM) dan Prof Dr Ir Dwi Sulisworo, MT (Dosen UAD).
Pada kesempatan itu, Muhammad Sayuti menyampaikan tentang peran Muhammadiyah dalam mengembangkan Pendidikan di Indonesia Timur, Rachmawan Budiarto menyampaikan makalah berjudul “Membumikan Nasionalisme, Meninggikan Merah Putih” dan Dwi Sulisworo menyoal revitalisasi wawasan kebangsaan melalui pendidikan.
Dalam kata pengantarnya Rektor UAD, Dr Muchlas, MT, mengatakan, dalam masa perang kemerdekaan kita telah mengenal kiprah pemuda Indonesia dalam berjuang merebut kebebasan dari penjajah asing.
“Kita mengenal pula nama-nama yang sangat legendaris seperti Kasman Singodimedjo, Soekarno, Bung Hatta, M Yamin dan Bung Tomo yang mengekspresikan cinta tanah airnya melalui aktivitas heroiknya di medan tempur atau meja perundingan,” kata Muchlas.
Kata Muchlas, semuanya itu telah tercatat dalam sejarah. “Pemuda-pemuda itu telah ikut mendirikan negara Indonesia,” papar Muchlas, yang menerangkan melalui kiprah pemuda Indonesia itu akhirnya menghasilkan kemerdekaan bagi Indonesia.
“Lalu, apa yang dapat dilakukan pemuda di zaman digital ini?” tanya Muchlas.
Menurutnya, merawat NKRI salah satu spirit yang perlu digelorakan dalam diri pemuda Indonesia di zaman sekarang melalui kegiatan konstruktif. “Seperti peduli terhadap kemiskinan dan kebodohan,” tandasnya.
Sementara itu, Muhammad Sayuti, PhD, Dosen Magister Pendidikan Guru Vokasi (MPGV) UAD dan Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah ketika sampaikan peran Muhammadiyah dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia Timur, merasa pengalamannya terlalu kecil dibandingkan dengan luasnya Indonesia Timur.
Bagi Sayuti, masa depan mahasiswa UAD adalah di pulau-pulau atau negeri yang jauh. “Karena banyak yang sulit bekerja jadi guru di sini dan kalau mau merantau ke Timur saja soalnya kebutuhan masih tinggi,” urainya.
Salah satu kekuatan Muhammadiyah, dikatakan Sayuti, adalah institusionalisasi amal saleh di bidang pendidikan, bidang sosial, bidang dakwah dan bidang kesehatan.
Mungkin, KHA Dahlan sendiri belum pernah membayangkan setelah 111 tahun Muhammadiyah tersebar di pelosok yang jauh sekali. “Ribuan kilometer dari kampung Kauman Yogyakarta,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, Sayuti sampaikan hikmah dari perjalanan ke Timur dan berbagi pengalaman ketika mengunjungi Jayapura, pulau Mansinam, STKIP Muhammadiyah Manokwari, Unimuda Sorong, suku Kokoda, pulau Arar, Ternate, Tidore, pulau Pangabatang, dan Tanjung Darat.
“Kepercayaan masyarakat terhadap Muhammadiyah sangat tinggi,” kata Sayuti yang menambahkan banyaknya jumlah kapal kemanusiaan di Sorong, Ternate, Ambon dan Maumere.
Prof Dwi Sulisworo nenambahkan soal pengembangan dan pengabdian di pulau 3T. “Saya melihat adanya ketimpangan pulau Jawa dan Indonesia Timur dan gap itu bisa dikurangi bila mahasiswa bisa mengadakan kegiatan yang berdampak luas bagi pertumbuhan Indonesia,” kata Dwi Sulisworo. (Affan)
Discussion about this post