ISTILAH klitih sebenarnya banyak ditolak oleh sejumlah pihak karena dinilai tak sesuai dengan makna aslinya yang jauh dari nuansa negatif.
Klitih atau lengkapnya klitah-klitih dalam bahasa Jawa merujuk pada aktivitas orang yang berjalan tanpa tujuan jelas alias keluyuran. Aktivitas ini biasanya dilakukan warga untuk mengisi waktu senggang di luar rumah sambil berinteraksi dengan lingkungan sosial di kampung.
Istilah itu lantas mengalami pergeseran penggunaan untuk menyebut ulah kelompok remaja yang berkeliling dengan sepeda motor, biasanya pada malam atau dini hari, untuk melakukan kekerasan secara acak terhadap orang yang ditemui di jalanan. Para remaja itu lazimnya tergabung dalam geng berbasis lingkungan sepermainan atau satu sekolah.
Kapolres Bantul, AKBP Novita Eka Sari, mengatakan, terlepas dari perdebatan soal istilah tersebut, substansi persoalan masih sama, yakni ulah sebagian remaja yang meresahkan publik. Apalagi, dalam sejumlah kasus, kekerasan itu menyebabkan korban luka, bahkan ada pula yang sampai kehilangan nyawa.
Polres Bantul, kata Novita, telah melakukan langkah-langkah untuk mencegah kejahatan jalanan, di antaranya, dengan menggencarkan patroli pada malam hingga dini hari, terutama di daerah-daerah yang telah teridentifikasi rawan kejahatan jalanan.
“Bukan hanya aksi kekerasan kelompok remaja, ini juga untuk mencegah gangguan kamtibmas lainnya,” katanya, Sabtu (26/4/2025).
Selain itu, Polres Bantul juga melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk memberi pemahaman kepada para siswa agar tak terlibat dalam geng-geng sekolah yang bisa menyeret mereka pada tindakan kekerasan di jalanan.
Menurutnya, kenakalan remaja di jalanan terjadi diduga karena anak-anak tersebut belum memiliki kepribadian yang utuh. Pembentukan kepribadian anak dipengaruhi oleh keluarga, sekolah, dan masyarakat.
“Ketika tiga elemen pembentuk kepribadian itu bermasalah, anak juga akan berpotensi bermasalah,” ujarnya.
Novita menegaskan, pihaknya akan melakukan proses hukum kepada para pelaku kejahatan jalanan, walaupun kebanyakan pelaku masih dibawah umur.
“Walaupun mereka belum bisa ditahan, tapi kami pastikan akan melakukan proses hukum kepada para pelaku,” tegasnya.
Menurutnya, harus ada tindakan tegas agar membuat para pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
“Upaya represif atau penegakan hukum, ini menjadi senjata paling akhir,” imbuh Novita.
Lebih lanjut Novita mengimbau kepada para orang tua, agar memperhatikan anak-anaknya ketika sudah larut malam namun belum pulang ke rumah, agar dicari jangan sampai mereka menjadi pelaku maupun korban kejahatan jalanan.
“Kami mengajak kepada masyarakat jika melihat banyak remaja yang berkerumun dan melakukan aksi kejahatan jalanan, agar menghubungi kepolisian terdekat, bisa juga menghubungi Call Center Kepolisian 110,” tutupnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana mengungkapkan, berdasarkan data Polres Bantul, jumlah kasus kejahatan jalanan sepanjang tahun 2024 sebanyak 18 kasus. Sementara pada tahun 2025, telah terjadi kasus kejahatan jalanan sebanyak 4 kasus.
“Jenis kasus kejahatan jalanan yang terjadi adalah pengeroyokan, penganiayaan, dan orang yang membawa senjata tajam,” kata Jeffry.
Adapun jumlah tersangka sepanjang tahun 2024 adalah sebanyak 27 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 13 orang masih di bawah umur. “Pada tahun 2025, ada 3 tersangka, sementara salah satunya di antaranya masih di bawah umur,” imbuhnya.
Peristiwa kejahatan jalanan yang berhasil diungkap polisi adalah kasus pembacokan menggunakan celurit di area SPBU Kretek, Parangtritis terhadap remaja NAF, 16 tahun, seorang pelajar asal Bambanglipuro pada Sabtu dini hari, 8 Maret 2025, sekitar pukul 02.30 WIB lalu.
Dua pelaku pembacokan masing-masing berinisial EAN (19) dan ARN (17) mengaku, motif pembacokan diawali karena saling tantang dengan korban di jalan.
“Saat itu berpapasan sama korban dan saling tantang di jalan,” kata pelaku EAN (19) saat dihadirkan dalam jumpa pers di Polres Bantul, Senin (21/4/2025).
Warga Trimulyo, Jetis, ini mengaku celurit yang dibawanya bukan miliknya. EAN mengaku meminjam celurit itu dari salah satu rekannya.
“Celurit itu pinjam teman saja, alasannya buat pajangan,” ujarnya.
Terkait alasannya membawa celurit, ia mengaku untuk menjaga diri jika ada yang menantangnya di jalan.
“Tujuannya bawa itu kalau tidak ditantang tidak memulai duluan. Jadi kalau ada yang nantang, baru, dan pas hari itu saja saya bawanya (hari saat kejadian),” ucapnya.
Ia pun mengaku tidak saling kenal dengan korban. Namun, ia masih ingat berapa kali membacok korbannya.
“Saat itu (di SPBU Kretek) langsung (bacok). Seingat saya dua (sabetan), kalau bagian mana kurang tahu, tapi yang satu bagian punggung,” katanya. (far/kys)
Discussion about this post